Ragam Peran Strategis TIK bagi Dunia Pendidikan

Senin, 28 November 2011

 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mengisyaratkan bahwa seorang peserta didik harus memiliki ragam kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Bahkan secara jelas disampaikan bahwa dua jenis kompetensi dasar – dari sembilan buah yang dicanangkan - dalam KBK yang harus dimiliki peserta didik adalah Kompetensi Dasar Komunikasi dan Teknologi serta Kompetensi Dasar Komputer dan Internet. Alasan paling mendasar mengapa hal ini disarankan adalah karena berpegang pada prinsip bahwa bahan atau referensi belajar dapat berasal dari berbagai sumber, tidak semata terpaku pada buku yang dipergunakan di kelas. Demikian pula halnya dengan keberadaan pengajar. Guru atau dosen di dalam kelas berfungsi sebagai fasilitator, bukan satu-satunya sumber diseminasi pengetahuan – karena pada hakekatnya semua manusia di dunia ini dapat dan berpotensi sebagai “guru” bagi peserta didik. Dalam kaitan inilah maka peranan TIK yang pertama didefinisikan, yaitu sebagai sebuah sumber ilmu pengetahuan. Tentu saja TIK yang dimaksud di sini adalah internet, suatu jejaring raksasa yang mempertemukan dan mengintegrasikan seluruh pusat-pusat referensi pembelajaran yang ada di muka bumi ini (Kumail, 2002). Melalui internet, seorang mahasiswa di tanah Papua misalnya dapat dengan mudah mengakses perpustakaan yang ada di perguruan tinggi terkemuka dunia semacam Stanford University dan Cambridge University untuk menemukan referensi yang dibutuhkan. Atau seorang siswa sekolah dasar di Bukit Tinggi yang sedang giat-giatnya menekuni pelajaran ekstrakurikuler Bahasa Inggris dapat dengan leluasa mencari bahan-bahan terbaik dari negara sumbernya, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Demikian halnya pula dengan seorang guru di Semarang yang kesulitan memperoleh contoh studi kasus untuk mengajar ekonomi dan koperasi dapat memperolehnya melalui internet dari Kementrian Usaha Kecil Menengah yang ada di seluruh dunia. Dalam konteks ini, secara seketika, seluruh individu memiliki hak akses yang merata di seluruh dunia, terutama terhadap berbagai pengetahuan dan produk-produk HAKI yang dihimpun oleh para praktisi pendidikan, industri, pemerintahan, komunitas, dan masyarakat. Jendela aplikasi pencari referensi atau perangkat lunak berselancar di internet semacam Google, Altavista, dan Yahoo, merupakan teknologi yang sangat tinggi nilai manfaatnya dalam perspektif ini. Demikian pula keberadaan situs-situs yang dapat menjadi sumber pembelajaraan seperti YouTube dan Wikipedia memperlihatkan bagaimana internet dapat meningkatkan kompetensi serta keahlian seorang peserta didik dalam waktu yang relatif singkat. Proses belajar menjadi semakin cepat dan menyenangkan. 

 Peranan strategis TIK yang kedua, masih dalam konteks KBK dan internet, adalah kenyataan bahwa internet tidak saja menjadi pusat sumber referensi, tetapi lebih jauh lagi menjadi tempat bertemunya para individu pembelajar itu sendiri. Dengan fasilitas aplikasi komunikasi seperti email, mailing list, chatting, dan blogging maka seorang siswa yang sedang belajar fisika di Balikpapan dapat berinteraksi dengan tokoh idolanya pemenang nobel fisika dari belahan bumi lain dengan leluasa. Tidak hanya itu, seorang mahasiswa yang mengalami kesulitan ketika sedang menyusun skripsi dapat berdiskusi dan bertukar pikiran dengan rekan-rekan sesama mahasiswanya dari perguruan tinggi lain tanpa harus beranjak dari lokasinya. Tentu saja selain menghemat biaya transportasi, model belajar bernuansa kelompok ini meningkatkan kualitas dan efektivitas hasil pembelajaran terkait (Isjoni, 1999). Dengan telah terkoneksinya internet di seluruh dunia dengan pengguna aktif sebanyak 1.8 miliar individu pada akhir tahun 2007, dapat dibayangkan betapa besar potensi peningkatan kualitas ilmu yang dapat dihasilkan melalui interaksi seluruh manusia yang ada – terutama dalam kaitannya dengan proses pendidikan. Jika proses komunikasi ini dilakukan secara benar, intensif, dan efisien, maka nischaya kendala kekurangan tenaga guru atau pengajar maupun keluhan terhadap rendahnya kualitas guru atau pengajar dapat teratasi dengan baik. (Greena Novan, A.Md)

Perkembangan TIK dan Dunia Pendidikan


Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, definisi dari pendidikan adalah:
“suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”
Dari definisi ini nampak jelas bahwa fokus objek pendidikan adalah “peserta didik” yang dituntut untuk selalu aktif mengembangkan potensi dirinya. Hal ini berarti bahwa model pendidikan satu arah dimana guru, dosen, atau tenaga pengajar menjadi fokus utama dalam proses pembelajaran sudah tidak diminati atau tidak relevan lagi (Andres, 1999). Mempertimbangkan bahwa setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka dewasa ini mulai dikembangkan metode belajar mengajar yang sesuai dengan sifat dan karakteristik masing-masing individu peserta didik tersebut (Prashnig, 2007). Bagi generasi peserta didik yang lahir setelah tahun 1990, keberadaan beragam teknologi elektronika dan digital telah menjadi bagian hidup keseharian mereka yang tidak terpisahkan, terutama bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar. Pertumbuhan warung internet yang sedemikian pesat, peningkatan transmisi SMS (Short Message Service) yang sangat tinggi, penambahan jumlah menara BTS (Base Transceiver Station) dimana-mana, pengenalan beragam kanal-kanal televisi baru, dan lain-lain memperlihatkan bahwa bagi generasi masa kini, media teknologi ini mau tidak mau sudah menjadi bagian dari dunia pembelajaran mereka sehari-hari. Sehingga jika mereka harus masuk ke kelas di sekolah maupun kampus untuk belajar formal, ketidakadaan fasilitas teknologi yang biasa mereka pergunakan untuk “belajar” sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat akan menjadi pertanyaan besar dan kenyataan serius yang mereka hadapi. Ini adalah sebuah contoh sebuah konteks dan alasan mengapa keterlibatan TIK dalam proses mengajar-belajar menjadi sedemikian penting dan krusialnya. Generasi yang oleh Don Tapscott dinamakan sebagai “the net generation” ini memiliki karakteristik unik terkait dengan proses belajar (Tapscott, 1998); diantaranya adalah: lingkungan belajar yang menyenangkan, proses belajar yang menarik, ragam referensi yang berbasis multimedia, dan lain sebagainya (Lancaster, 2002).

Konteks berikutnya mengapa TIK begitu penting bagi pendidikan adalah ditinjau dari perspektif historis. Dalam sejarahnya, proses pembelajaran dimulai melalui suatu proses komunikasi antara satu pihak dengan pihak lainnya (Sadiman, 1986). Dalam kaitan ini, teknologi terkait dengan mekanisme komunikasi dibutuhkan karena adanya keterbatasan dari panca indera manusia. Mencoba memahami bagaimana proses terjadinya gerhana matahari total, bagaimana proses pertumbuhan pohon beringin terjadi selama ratusan tahun, bagaimana tahapan musnahnya dinosaurus dari muka bumi, dan bagaimana tumbukan dua buah atom bisa terjadi merupakan sejumlah contoh menantang tingkat kognitif setiap peserta didik di sekolah. Tanpa adanya alat bantuan komunikasi (baca: media teknologi), akan sangat sulit bagi siswa untuk dapat membayangkan bagaimana sejumlah fenomena alam tersebut terjadi. Oleh karena itulah maka keberadaan TIK sebagai teknologi bantu proses mengajar-belajar menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan dewasa ini.

Dalam komunikasi, terjadi proses pertukaran informasi antara satu pihak dengan lainnya, dimana isi pesan dari komunikasi ini selanjutnya diolah oleh otak manusia untuk menjadi sebuah pengetahuan (Djiwandono, 2006). Hal ini berarti bahwa “informasi” merupakan bahan baku dari pengetahuan. Dalam perspektif inilah pemanfaatan TIK yang ketiga menemui konteks peranan berikutnya. Sebagai teknologi yang memiliki ciri fiksatif, manipulatif, dan distributif terhadap informasi yang menjadi bahan bakunya (Azhar, 1997), pemanfaatan dan penerapan media pendidikan ini sangat selaras dengan hakekat pendidikan itu sendiri (Muliawan, 2008). Selain memiliki ketiga ciri tersebut, TIK juga menawarkan kemampuan untuk menjadi penampung (baca: repositori) sekaligus pengingat (baca: memori) pengetahuan kolektif yang diciptakan dan dipelihara secara turun-temurun oleh umat manusia (Lim, 2008).

Konteks terakhir mengapa TIK begitu berkembang di dunia pendidikan adalah karena inovasi dari teknologi itu sendiri. Salah satu sifat dari TIK adalah kemampuannya untuk melakukan proses digitalisasi terhadap berbagai sumber daya fisik, seperti: tulisan (teks), citra (gambar), suara (audio), dan film (video). Keseluruhan bentuk multimedia tersebut pada hakekatnya merupakan sumber daya yang dapat merepresentasikan berbagai bentuk pengetahuan dengan segala variasinya (Munir, 2008) – seperti buku digital, animasi kartun, pustaka suara, rekaman interaksi, ilustrasi gambar, dan lain sebagainya. Selain mampu merepresentasikan entitas fisik, perkembangan inovasi TIK berhasil pula mentransformasikan alias mendigitalisasikan proses (Prawiradilaga, 2004). Lihatlah bagaimana peristiwa “belajar” dapat didigitalisasikan dan ditransformasikan menjadi model belajar e-learning (Rossett, 2002). Atau aktivitas interaksi guru-siswa dalam kelas yang kini dapat ditransformasikan bentuknya dengan menggunakan fasilitas video conference (Wen, 2003). Contoh lain adalah terciptanya suatu interakasi dua arah antara peserta didik dengan program komputer melalui aplikasi pembelajaran tertentu, seperti berhitung, menulis, membaca, bereksperimen, dan lain sebagainya.

Singkat kata, keberadaan TIK sebagai sebuah teknologi pendidikan akan dan telah menjadi bagian terintegrasi yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan masa kini (Kumail, 2002). Adalah merupakan kewajiban setiap institusi dan praktisi pendidikan untuk dapat memanfaatkan media teknologi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dewasa ini dan di masa mendatang (Prawiradilaga, 2007).
>>(Greena Novan, A. Md)

TEKNOLOGI INFORMASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Minggu, 27 November 2011

  Perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi (baca: TIK) telah merubah tata cara manusia bersikap dan berperilaku dewasa ini, terutama dalam kaitannya dengan proses komunikasi dan interaksi. Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa hampir seluruh bidang industri dan aspek kehidupan masyarakat moderen tidak luput dari jangkauan teknologi ini, karena telah terbukti mampu mendatangkan sejumlah nilai dan manfaat signifikan bagi perkembangan jaman dan peradaban umat manusia. Kemajuan teknologi yang tumbuh pesat secara eksponensial ini telah menghasilkan sejumlah situasi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh umat manusia. Fenomena seperti bumi terasa menjadi semakin kecil, masyarakat terkesan bertambah kritis, bisnis tumbuh jauh lebih dinamis, ekonomi bergerak secara fluktuatif, dan politik antar negara bergejolak tak menentu, hanya merupakan suatu tanda-tanda jaman dan bukti bahwa pada dasarnya dunia telah banyak mengalami perubahan yang sangat mendasar (Friedman, 2005). Pendidikan sebagai sebuah proses dan industri, tidak terlepas pula dari jangkauan perkembangan teknologi ini. Bahkan petinggi dan peneliti UNESCO menilai bahwa dampak terbesar dari perkembangan TIK di dunia ini justru akan menimpa sektor pendidikan. Diperkirakan puncak dari implementasi TIK dalam dunia pendidikan akan secara revolusioner berdampak pada terjadinya proses transformasi besar-besaran dalam proses mengajar-belajar di sekolah maupun pada lembaga atau institusi pendidikan formal lainnya, dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi (UNESCO, 2002). Terlepas dari telah begitu banyaknya pihak yang menerapkan dan mengimplementasikan TIK dalam institusi pendidikannya, tidak sedikit pula mereka yang masih mempertanyakan isu-isu seputar kenyataan ini, seperti: Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Aspek apa saja yang melatarbelakanginya? Mengapa perlu mencermati kecendurungan ini? Adakah peluang dan kesempatan yang dapat dimanfaatkan? Persiapan seperti apa yang harus dilakukan oleh para praktisi pendidikan?

  Tulisan ini akan memaparkan hal-hal terkait dengan bagaimana TIK berperan dalam dunia pendidikan, dan bagaimana perkembangan teknologi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Untuk menggambarkan hal tersebut, paparan ini akan saya bagi menjadi 4 (empat) pokok bahasan. Pada bagian pertama, pembahasan akan fokus pada aspek mengapa dan bagaimana TIK dapat menjadi pemicu terjadinya transformasi pada dunia pendidikan. Sementara bagian kedua akan memperlihatkan ragam peranan strategis apa saja yang dapat TIK berikan untuk meningkatkan kinerja mengajar-belajar dalam dunia pendidikan. Selanjutnya bagian ketiga akan membahas bagaimana penerapan TIK secara efektif akan dapat membawa nilai tambah bagi dunia pendidikan di tanah air, terutama dalam kaitannya dengan usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dan akhirnya bagian keempat akan memperlihatkan berbagai tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam penerapan TIK untuk pendidikan dan potensi solusi apa saja yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi masalah tersebut.
(Greena Novan, A. Md)