Perkembangan TIK dan Dunia Pendidikan

Senin, 28 November 2011


Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, definisi dari pendidikan adalah:
“suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”
Dari definisi ini nampak jelas bahwa fokus objek pendidikan adalah “peserta didik” yang dituntut untuk selalu aktif mengembangkan potensi dirinya. Hal ini berarti bahwa model pendidikan satu arah dimana guru, dosen, atau tenaga pengajar menjadi fokus utama dalam proses pembelajaran sudah tidak diminati atau tidak relevan lagi (Andres, 1999). Mempertimbangkan bahwa setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka dewasa ini mulai dikembangkan metode belajar mengajar yang sesuai dengan sifat dan karakteristik masing-masing individu peserta didik tersebut (Prashnig, 2007). Bagi generasi peserta didik yang lahir setelah tahun 1990, keberadaan beragam teknologi elektronika dan digital telah menjadi bagian hidup keseharian mereka yang tidak terpisahkan, terutama bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar. Pertumbuhan warung internet yang sedemikian pesat, peningkatan transmisi SMS (Short Message Service) yang sangat tinggi, penambahan jumlah menara BTS (Base Transceiver Station) dimana-mana, pengenalan beragam kanal-kanal televisi baru, dan lain-lain memperlihatkan bahwa bagi generasi masa kini, media teknologi ini mau tidak mau sudah menjadi bagian dari dunia pembelajaran mereka sehari-hari. Sehingga jika mereka harus masuk ke kelas di sekolah maupun kampus untuk belajar formal, ketidakadaan fasilitas teknologi yang biasa mereka pergunakan untuk “belajar” sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat akan menjadi pertanyaan besar dan kenyataan serius yang mereka hadapi. Ini adalah sebuah contoh sebuah konteks dan alasan mengapa keterlibatan TIK dalam proses mengajar-belajar menjadi sedemikian penting dan krusialnya. Generasi yang oleh Don Tapscott dinamakan sebagai “the net generation” ini memiliki karakteristik unik terkait dengan proses belajar (Tapscott, 1998); diantaranya adalah: lingkungan belajar yang menyenangkan, proses belajar yang menarik, ragam referensi yang berbasis multimedia, dan lain sebagainya (Lancaster, 2002).

Konteks berikutnya mengapa TIK begitu penting bagi pendidikan adalah ditinjau dari perspektif historis. Dalam sejarahnya, proses pembelajaran dimulai melalui suatu proses komunikasi antara satu pihak dengan pihak lainnya (Sadiman, 1986). Dalam kaitan ini, teknologi terkait dengan mekanisme komunikasi dibutuhkan karena adanya keterbatasan dari panca indera manusia. Mencoba memahami bagaimana proses terjadinya gerhana matahari total, bagaimana proses pertumbuhan pohon beringin terjadi selama ratusan tahun, bagaimana tahapan musnahnya dinosaurus dari muka bumi, dan bagaimana tumbukan dua buah atom bisa terjadi merupakan sejumlah contoh menantang tingkat kognitif setiap peserta didik di sekolah. Tanpa adanya alat bantuan komunikasi (baca: media teknologi), akan sangat sulit bagi siswa untuk dapat membayangkan bagaimana sejumlah fenomena alam tersebut terjadi. Oleh karena itulah maka keberadaan TIK sebagai teknologi bantu proses mengajar-belajar menjadi suatu kebutuhan yang tak terelakkan dewasa ini.

Dalam komunikasi, terjadi proses pertukaran informasi antara satu pihak dengan lainnya, dimana isi pesan dari komunikasi ini selanjutnya diolah oleh otak manusia untuk menjadi sebuah pengetahuan (Djiwandono, 2006). Hal ini berarti bahwa “informasi” merupakan bahan baku dari pengetahuan. Dalam perspektif inilah pemanfaatan TIK yang ketiga menemui konteks peranan berikutnya. Sebagai teknologi yang memiliki ciri fiksatif, manipulatif, dan distributif terhadap informasi yang menjadi bahan bakunya (Azhar, 1997), pemanfaatan dan penerapan media pendidikan ini sangat selaras dengan hakekat pendidikan itu sendiri (Muliawan, 2008). Selain memiliki ketiga ciri tersebut, TIK juga menawarkan kemampuan untuk menjadi penampung (baca: repositori) sekaligus pengingat (baca: memori) pengetahuan kolektif yang diciptakan dan dipelihara secara turun-temurun oleh umat manusia (Lim, 2008).

Konteks terakhir mengapa TIK begitu berkembang di dunia pendidikan adalah karena inovasi dari teknologi itu sendiri. Salah satu sifat dari TIK adalah kemampuannya untuk melakukan proses digitalisasi terhadap berbagai sumber daya fisik, seperti: tulisan (teks), citra (gambar), suara (audio), dan film (video). Keseluruhan bentuk multimedia tersebut pada hakekatnya merupakan sumber daya yang dapat merepresentasikan berbagai bentuk pengetahuan dengan segala variasinya (Munir, 2008) – seperti buku digital, animasi kartun, pustaka suara, rekaman interaksi, ilustrasi gambar, dan lain sebagainya. Selain mampu merepresentasikan entitas fisik, perkembangan inovasi TIK berhasil pula mentransformasikan alias mendigitalisasikan proses (Prawiradilaga, 2004). Lihatlah bagaimana peristiwa “belajar” dapat didigitalisasikan dan ditransformasikan menjadi model belajar e-learning (Rossett, 2002). Atau aktivitas interaksi guru-siswa dalam kelas yang kini dapat ditransformasikan bentuknya dengan menggunakan fasilitas video conference (Wen, 2003). Contoh lain adalah terciptanya suatu interakasi dua arah antara peserta didik dengan program komputer melalui aplikasi pembelajaran tertentu, seperti berhitung, menulis, membaca, bereksperimen, dan lain sebagainya.

Singkat kata, keberadaan TIK sebagai sebuah teknologi pendidikan akan dan telah menjadi bagian terintegrasi yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan masa kini (Kumail, 2002). Adalah merupakan kewajiban setiap institusi dan praktisi pendidikan untuk dapat memanfaatkan media teknologi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dewasa ini dan di masa mendatang (Prawiradilaga, 2007).
>>(Greena Novan, A. Md)

0 komentar: